Manfaat Kelor Sebagai Obat Tradisional mungkin saja di antara kita ada yang belum mengenal kelor, meskipun tanaman ini sangat terkenal dalam pepatah ”Dunia ini tak selebar daun kelor!” Tanaman kelor (Moringa oleifera) dikenal dengan nama murong atau barunggai. Sementara itu, di Sulawesi disebut kero, wori, kelo , atau keloro.
Selain terkenal dalam kata pepatah itu, ternyata tanaman kelor ini bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat tradisional, karena mengandung beberapa zat kimia untuk menyembuhkan penyakit. Daun kelor mengandung alkalid moringin, moringinan, dan pterigospermin.
Kemudian gom mengandung arabinosa, galaktan, asam glukonat , dan ramnosa, sedangkan bijinya mengandung asam palmitat, streaat, linoleat, olleat, lignoserat.
Kelor berupa pohon kecil dengan tingi 3-8 meter. Daunnya berwarna hijau pucat menyirip ganda dengan anak daun menyirip ganjil dan helaian daunnya bulat telur. Bunga kelor berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan buahnya menggantung sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat, tetapi bersayap tiga.
Selama ini, akar tanaman kelor berkhasiat sebagai peluruh air seni, peluruh dahak, atau obat batuk, peluruh haid, penambah nafsu makan, dan pereda kejang.
Daun kelor mengandung pterigospermin yang bersifat merangsang kulit (rubifasien) sehingga sering digunakan sebagai param yang menghangatkan dan mengobati kelemahan anggota tubuh seperti tangan atau kaki. Jika daun segarnya dilumatkan, lalu dibalurkan ke bagian tubuh yang lemah, maka bisa mengurangi rasa nyeri karena bersifat analgesik. Selain itu, daun kelor berkhasiat sebagai pelancar ASI (galata gog). Oleh karena itu, untuk melancarkan ASI, seorang ibu menyusui dianjurkan makan dan kelor yang disayur.
Biji kelor berkhasiat mengatasi muntah. Biji kelor yang masak dan kering mengandung pterigospermin yang lebih pekat sampai bersifat germisida.
Hasil penelitian Madsen dan Dchlundt serta Grabow dan kawan-kawan menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu menumpas bakteri Escherichia coli, Streptococcus faecalis dan Salmonella typymurium. Karena itu di Afrika, biji kelor dimanfaatkan untuk mendeteksi pencemaran air oleh bakteri-bakteri tadi. Caranya, yaitu dengan mengendapkan air keruh yang diduga tercemar, kemudian ditaburi serbuk biji kelor sebanyak 200 mg/liter dan diaduk sampai larut.
Kemudian buah kelor diketahui mengandung alkaloida morongiona yang bersifat merangsang pencernaan makanan. Buah kelor ini biasanya disayur asam sebagai sayur yang lezat bagi lidah orang Jawa.
Namun, di antara bagian tanaman kelor yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah daunnya. Bahkan, masyarakat di pedesaan memanfaatkan daun kelor itu untuk sayur asam dan lalap seperti halnya daun katuk.
Daun kelor mentah yang digiling halus, kemudian dijadikan bedak atau campurkan dengan bedak, maka dapat menghilangkan noda hitam/flek/kokoloteun pada kulit wajah.